Kulit kayu yang diolah dengan teknik tradisional itu mencerminkan keharmonisan manusia dengan alam, nilai yang kini semakin langka. Menurut Peter Bringom, keikutsertaan dalam karnaval bukan semata hiburan.
“Ini adalah panggung untuk memperkenalkan, melestarikan, dan menanamkan rasa bangga terhadap budaya kita,” ujarnya penuh semangat.
Ia berharap penampilan Paguyuban Alor dapat menjadi pengingat bahwa budaya adalah jati diri yang harus dijaga.
Karnaval 2025 diprediksi akan menjadi momen spesial, di mana Paguyuban Alor hadir bukan hanya dengan warna dan bunyi, tetapi juga dengan cerita, makna, dan warisan leluhur.
Masyarakat Kabupaten Sumba Timur pun diajak untuk menyaksikan kemeriahan ini, sekaligus merayakan kekayaan budaya Indonesia yang tiada duanya. (****)
TETAP TERHUBUNG DENGAN KAMI:



CATATAN REDAKSI: Apabila Ada Pihak Yang Merasa Dirugikan Dan /Atau Keberatan Dengan Penayangan Artikel Dan /Atau Berita Tersebut Diatas, Anda Dapat Mengirimkan Artikel Dan /Atau Berita Berisi Sanggahan Dan /Atau Koreksi Kepada Redaksi Kami Laporkan,
Sebagaimana Diatur Dalam Pasal (1) Ayat (11) Dan (12) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Discussion about this post