“Kita belum mau direlokasi, soalnya kalau di pasar atau di mana, pendapatan tidak seperti di sini lagi. Kalau di sini enak sampai jam 12 malam pembeli masih ada yang datang,” tuturnya.
Abdul mengaku sempat mengalami depresi setelah menerima surat pemberitahuan pada Jumat, 1 Agustus lalu, bahwa lapak jualannya akan dibongkar.
“Saya dapat surat itu, tidak bisa tidur dua hari dua malam. Saya pikir terus, anak saya bagaimana sudah sekolah dan kuliah,” keluhnya.
Kalau dibongkar untuk penataan ulang secara baik, Abdul mengaku siap untuk direlokasi sementara. Ia tak mau dipindahkan secara permanen dari situ.
Senada dengan Abdul, Leni Aryani, pemilik warung makan dan kios di sekitar Pantai Ndao, enggan meninggalkan lokasi yang sudah menjadi sumber penghidupan bagi keluarganya.
“Kalau datang gusur kami tidak tinggal diam. Ini lapangan pekerjaan kami. Kami tidak mau keluar dari sini,” kata Leni yang sudah berjualan di situ sejak 2018 lalu.
Len mengusulkan agar lokasi tersebut ditata tanpa memindahkan pedagang. “Kalau memang dibongkar dan kami dipindahkan, kami mau bayar cicilan bank bagaimana?” ujarnya.