Merujuk pada petunjuk teknis program MBG tahun anggaran 2025, Darius menegaskan pentingnya pelaksanaan 12 aspek utama dalam penyelenggaraan makanan, mulai dari pemilihan bahan baku, pengolahan, hingga distribusi makanan.
SOP ini menurutnya, harus dijalankan secara ketat demi menjamin keamanan pangan yang dikonsumsi siswa.
“Peristiwa ini menjadi pelajaran penting agar standar pengecekan higienitas makanan diterapkan dari hulu ke hilir. Ini menyangkut kesehatan anak-anak kita,” lanjutnya.
Selain itu, Ombudsman meminta agar setiap SPPG dan sekolah penerima manfaat MBG memiliki kanal pengaduan sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 76/2013.
Kanal ini diharapkan menjadi sarana lokalisasi dan evaluasi terhadap setiap laporan atau keluhan dari masyarakat.
Secara khusus, Ombudsman meminta Dinas Kesehatan Kota Kupang segera melakukan surveilans epidemiologis guna memastikan apakah kejadian ini memenuhi kriteria sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan, sebagaimana diatur dalam Permenkes Nomor 2/2013.
Kriteria KLB terpenuhi bila terdapat dua atau lebih orang mengalami gejala keracunan setelah mengonsumsi makanan yang sama dan terbukti makanan tersebut sebagai penyebabnya.
Ia juga mengimbau agar pengawasan MBG diperkuat melalui sinergi antara koordinator program MBG di daerah, Dinas Kesehatan, pemerintah kecamatan, puskesmas dan media massa.
Transparansi pengolahan makanan di dapur MBG harus dibuka agar publik dapat mengakses dan mengawasi langsung prosesnya.
“Program MBG harusnya jadi solusi, bukan sumber masalah. Keterbukaan dan tanggung jawab pemerintah adalah kunci agar kepercayaan masyarakat tetap terjaga,” tutupnya. (****)