“Ini bukan sekadar persoalan kendaraan, tetapi menyangkut hak para sopir untuk bekerja dan menghidupi keluarga. Kebijakan ini sangat tidak adil dan memukul rakyat kecil,” tegas Robyanto.
Lebih lanjut, kekecewaan kian memuncak karena janji yang pernah disampaikan Wakil Gubernur NTT saat aksi unjuk rasa pada Selasa, 8 Juli 2025, hingga kini belum juga ditindaklanjuti.
Saat itu, Wakil Gubernur berjanji akan memberikan kepastian dan solusi pada Sabtu, 12 Juli 2025. Namun, hingga kini, tidak ada kejelasan maupun pernyataan resmi dari Pemerintah Provinsi NTT.
“Atas dasar itu, kami menilai pemerintah tidak memiliki komitmen dan keberpihakan kepada rakyat. Ini jelas merupakan bentuk penghianatan terhadap aspirasi masyarakat,” ujarnya.
Sebagai bentuk protes, Aliansi Pik-Up Kupang dan Cipayung OKP berencana menggelar aksi lanjutan atau aksi jilid 3 dalam waktu dekat.
Mereka menegaskan akan mengerahkan massa yang lebih besar untuk mendesak pemerintah segera mencabut surat edaran yang dianggap mengekang ekonomi rakyat kecil.
“Pemprov NTT bukan lagi menjadi penyambung lidah rakyat, melainkan berubah menjadi pengkhianat rakyatnya sendiri. Kami akan kembali turun dengan jumlah massa yang lebih besar dan lebih solid. Ini adalah perjuangan untuk menuntut keadilan,” tandas Robyanto. (****)